Selasa, 20 Mei 2014

Percakapan Senja







Selamat datang senja, 

Lama tidak menuliskan surat, setelah surat yang ke sekian ku tepikan untuk tidak dilanjutkan. 


Mengapa kau berhenti untuk menuliskannya?

Tidak mengapa. Karena bukankah seharusnya memang begitu? Harus seberapa kali aku menghela napas panjang, terlebih menahan si getah bening berkaca-kaca. Tentu ini bukan mauku. Ini maunya Tuhan.



Tuhan? sejak kapan kau mampu mengerti bahasa Tuhan?

Sejak aku bisa mengerti bahasaku sendiri. Ketika aku mulai memahami jati diri yang sebenarnya. Saat aku menyukai dan mengagumi tiap bait suratnya dan Maha KaryaNya nan Agung.

Aku mengerti yang dimaksudkannya. Sebab aku tak pernah henti meneruskan tiap dialog dan percakapan kecil yang hanya ku ucap dalam hati. Tentu, hanya Dia sejatinya yang mendengarkan itu.

 
Kau tidak pernah bercerita atau .. meminta tanggapan teman-temanmu?

Tidak. Untuk apa? bagiku, hidup dalam prasangka baik terhadapNya sudah cukup. Salah satu caraku untuk bercerita, mungkin lewat do'a. Dan, surat-surat lusuh ini, di sini, yang tak pernah terbingkai sengaja dalam berlaman-laman kertas elektronik. Ku anggap ini tak sengaja, karena seketika saja semua itu ku tuangkan utuh. Bukan aku yang melahirkan kata itu, tapi Dia yang mengantarkan inspirasi itu melalui radar mimpi. 

Mungkin juga aku tidak sesempurna Fatimah r.a dan Ali, yang demikiannya menutup rapat setitik pun tunas perasaan yang tumbuh. Sampai-sampai iblis pun terlalu bodoh untuk sekedar tahu celoteh rasa dan ketertarikan di antaranya.Ya, Iblis tidak tahu menahu tentang perasaan keduanya.

Begitupun sama seperti nyawa pada surat harian yang ku terbitkan di sini. Dan mungkin sebatas do'a untuk manusia selemahku ini tidak akan sanggup menutup sendiri. Hingga terangkailah kalimat-kalimat abstrak itu untuk ku nikmati sendiri.


Lantas apa yang membuatmu tak lanjutkan itu?

Sungguh ini hasil perjalananku. Simpulan dari percakapanku selama ini denganNya. Entah ini benar atau bukan. Tapi hati tengah berkata demikian. Bahwa sebuah pertanyaan itu, kini genaplah sudah terlengkapi. Aku mulai memahami semua maksud dan rencanaNya yang sekarang ini sedikit tengah ku lewati.. Walau sebagiannya itu belum terjadi, sedangkanku tak pernah tahu apa itu.

Ingat beberapa suratku dulu? jika pernah kau membacanya, yakin kau akan turut mengiyakan. Bahwa di setiap detail alurnya aku tak pernah mengharap sedikitpun untuk orang yang salah. Aku tidak pernah merasa bangga bisa dengan sedemikiannya merasakan itu. Malah boleh jadi, Aku sesegera mungkin meminta padaNya untuk mengenyahkan sejauh-jauhnya. Karena hati dan egoku bertolakkan. Pertikaian kata yang tidak biasa selalu terjadi di telinga dan alam sadarku. Bahwa sebenarnya tidak ada kata bahagia yang terselip dalam rindu untuk semisal seorang yang belum halal sepertinya.


Bolehkah aku tahu, apa saja pertanyaan-pertanyaan itu?

Tentu tidak. Mungkin hanya belum tepat waktunya. Karena dugaan bagi seorang manusia sepertiku semua itu hanya usaha prasangka baik terhadapNya. Jika kemudian kiranya terjadi atau tidak, semua akan ku kembalikan padaNya.
Jika mungkin susunan puzzle itu sudah terselesaikan dengan benar, akan ada satu potong lagi kiranya akan ku pasang dan kuceritakan padamu. Tapi nanti ya. Aku sedang dan masih menunggu lagi jawaban dari Dia.


Apakah hari ini kamu sudah cukup lega dengan semua urusan itu?

Jelas. Sangat jelas. Maksudku jelas sangat lega. Lega yang sejelas aku mampu membedakan mana yang menjadi ego dan pilihanNya. Tepatnya aku lupa sejak kapan. Pastinya, sejak Dia memberitahukanku bahwa ada berita baik yang akan ku dengar jika aku membiarkan semua itu pergi dan berjalan pada masing-masing tempatnya. 

Karena dugaanku sudah salah, pengembaliannya justeru tidak pernah membuat duri lagi sama sekali. Dia lebih meridhoiku untuk berjalan lurus ke depan untuk suatu hal yang lebih baik. Dan ku telah pastikan, bahwa sejatinya semua jawaban itu adalah daftar harapan yang selalu ku torehkan pada lisan yang tak pernah kering mengharap padaNya, pada kedua telapak tangan yang selalu menengadah biarpun aku sedang tidak berada di atas sajadah, serta kesaksian dari dua anak sungai itu yang tak pernah absen mengiringi basah kedua pipi dan jemariku.


Apa yang kau dapatkan dari perjalanan selama ini tentang sebuah rasa?

Rasa?
Perasaan yang kerap menyelinapi hati manusia maksudmu? Ya, sungguh biar ku jelaskan. 
Biar ku hela napas dulu sejenak.
Sebelumnya aku hanya membiarkan ini berjalan apa adanya. Aku merasakan pelajaran yang begitu berharga ketika aku mampu menyerahkan sistem kendali itu pada Tuhan sebagai bentengnya. Pernah ku baca salah satu surat cintanya, menjelaskan bahwa rasa akan bertempat tinggal dan berlabuh pada jalan yang semestinya. Dia tidak akan pernah salah ruang. Kebenarannya membawa hati tenang, damai, bukan gelisah atau takut karena suatu hal keinginan yang belum terjadi. Sungguh rasa itu amat mulia. Ia bertahta pada dasar keimanan, dan cinta pada Tuhannnya. Ia jaga itu dengan rapat, sampai kelak dirinya terbilang mampu dan cukup pantas untuk menepikan.
Hadirnya memang sangat kuat, sehingga tak jarang menimbulkan ruam yang tak biasa pada hati seseorang. Sedangkan fitnah iblis, sesuai perjanjiannya ia tak akan pernah luput mengikis habis iman seorang hamba. Maka seorang perempuan sebenarnya fitnah yang sangat besar untuk kaum laki-laki. Perasaan itu memang sangat mulia. Kau tidak perlu berusaha keras menghilangkannya, hanya saja kau butuh kendali untuk memainkannya dengan rapi. Jika kau tak sanggup, berdo'alah untuk minta tangannya membentengi tunas-tunas rasamu. Sejadinya jika ia dibiarkan untuk mati, ia malah akan semakin ada dan menikammu. Ia akan menggelayuti otak, hati, dan pikirmu. Sampai kau lengah, sampai kau tidak tahu bahwa kau sudah tersesat pada peta yang Iblis mainkan.

Rasa itu bukan kau yang memunculkannya, kalau bukan Tuhan yang berkehendak, lantas?
Ya, tidak akan pernah ada. Sekalipun rasa untuk seseorang yang sudah sangat dekat. Bila memang Dia tak mengizinkan, maka tidaklah akan terjadi. Sedang seseorang yang jauh, sekalipun kau belum mengenalnya, jika kau dikehendaki olehNya, ya maka terjadilah rasa itu ada.



Penjelasanmu semakin panjang, semakin buatku penasaran..

Maka sejadinya, bila engkau memiliki atau tidak dalam perasaan itu, janganlah menaruh cinta berlebihan karena bisa jadi suatu nanti kamu akan mengalami rasa benci yang sangat, dan sebaliknya, jika seseorang itu tidak kau sukai, janganlah terlalu membencinya, karena kau tidak akan pernah tahu, apa rencana Tuhan yang Maha membolak-balikkan hati itu.


Jika aku telah memilikinya bagaimana?

Jangan izinkan hatimu absen dalam harapanNya, pun kehadiran RahmatNya yang begitu luas untuk mampukan kau menjaga dan meluruskan hati. Simpanlah rasamu itu dalam do'a. Jadikan itu sebagai rahmat Tuhan yang menjadikanmu agar lebih dekat padaNya, karena melaluinya kau bisa lebih mengenal kesejatian rasa, manisnya iman, dan justeru jangan gunakan sebagai perisai untuk melemahkannya. Segala yang berasal dariNya, pastikan ia kembali bermuara pada kasihNya.
Berikhtiarlah sesuai sunatullahnya yang membuatmu kelak sampai di penghujung jalan, seperti jalan yang mempersatukan Ali dan Fatimah, yang penuh dengan jalah keberkahan dan keridhoan alam semesta di antaranya. Karena cukuplah Tuhanmu, sebagai peta yang akan membimbingmu di atas bumiNya.

Ingat, Tuhan tidak akan pernah membiarkan hati seorang hamba yang berbaik sangka dan penuh harap padaNya dengan kecewa. Beruntunglah jika kau telah mampu mengenalNya, karena dari situ kau bisa melihat, mendengar, serta membedakan melalui pilihanNya. Untuk kau mengetahui bahwa tidak perlu ada kesedihan untuk sebuah ketidakpastian. Dan percayalah, kau telah mampu mengenalnya, melalui hati yang telebih dulu kau labuhkan pada Tuhan.

Tidak ada komentar:

My inspiration..,

My inspiration..,

Blogger templates

Free Bunny Carrot MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Pages - Menu

 

Copyright 2010 Beranda Senja.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.