Selamat datang senja,
Lama tidak menuliskan surat, setelah surat yang ke sekian ku tepikan untuk tidak dilanjutkan.
Mengapa kau berhenti untuk menuliskannya?
Tidak
mengapa. Karena bukankah seharusnya memang begitu? Harus seberapa kali aku
menghela napas panjang, terlebih menahan si getah bening berkaca-kaca. Tentu
ini bukan mauku. Ini maunya Tuhan.
Tuhan? sejak
kapan kau mampu mengerti bahasa Tuhan?
Sejak
aku bisa mengerti bahasaku sendiri. Ketika aku mulai memahami jati diri yang
sebenarnya. Saat aku menyukai dan mengagumi tiap bait suratnya dan Maha
KaryaNya nan Agung.
Aku
mengerti yang dimaksudkannya. Sebab aku tak pernah henti meneruskan tiap dialog
dan percakapan kecil yang hanya ku ucap dalam hati. Tentu, hanya Dia sejatinya yang
mendengarkan itu.
Kau tidak pernah bercerita atau .. meminta tanggapan teman-temanmu?
Tidak.
Untuk apa? bagiku, hidup dalam prasangka baik terhadapNya sudah cukup. Salah
satu caraku untuk bercerita, mungkin lewat do'a. Dan, surat-surat lusuh ini, di
sini, yang tak pernah terbingkai sengaja dalam berlaman-laman kertas
elektronik. Ku anggap ini tak sengaja, karena seketika saja semua itu ku
tuangkan utuh. Bukan aku yang melahirkan kata itu, tapi Dia yang mengantarkan
inspirasi itu melalui radar mimpi.
Mungkin
juga aku tidak sesempurna Fatimah r.a dan Ali, yang demikiannya menutup rapat
setitik pun tunas perasaan yang tumbuh. Sampai-sampai iblis pun terlalu bodoh
untuk sekedar tahu celoteh rasa dan ketertarikan di antaranya.Ya, Iblis tidak
tahu menahu tentang perasaan keduanya.
Begitupun
sama seperti nyawa pada surat harian yang ku terbitkan di sini. Dan mungkin
sebatas do'a untuk manusia selemahku ini tidak akan sanggup menutup sendiri.
Hingga terangkailah kalimat-kalimat abstrak itu untuk ku nikmati sendiri.
Lantas apa yang membuatmu tak lanjutkan itu?
Sungguh
ini hasil perjalananku. Simpulan dari percakapanku selama ini denganNya. Entah
ini benar atau bukan. Tapi hati tengah berkata demikian. Bahwa sebuah
pertanyaan itu, kini genaplah sudah terlengkapi. Aku mulai memahami semua
maksud dan rencanaNya yang sekarang ini sedikit tengah ku lewati.. Walau
sebagiannya itu belum terjadi, sedangkanku tak pernah tahu apa itu.
Ingat
beberapa suratku dulu? jika pernah kau membacanya, yakin kau akan turut
mengiyakan. Bahwa di setiap detail alurnya aku tak pernah mengharap sedikitpun
untuk orang yang salah. Aku tidak pernah merasa bangga bisa dengan
sedemikiannya merasakan itu. Malah boleh jadi, Aku sesegera mungkin meminta
padaNya untuk mengenyahkan sejauh-jauhnya. Karena hati dan egoku bertolakkan.
Pertikaian kata yang tidak biasa selalu terjadi di telinga dan alam sadarku.
Bahwa sebenarnya tidak ada kata bahagia yang terselip dalam rindu untuk semisal
seorang yang belum halal sepertinya.
Bolehkah aku tahu, apa saja pertanyaan-pertanyaan itu?
Tentu
tidak. Mungkin hanya belum tepat waktunya. Karena dugaan bagi seorang manusia
sepertiku semua itu hanya usaha prasangka baik terhadapNya. Jika kemudian
kiranya terjadi atau tidak, semua akan ku kembalikan padaNya.
Jika
mungkin susunan puzzle itu sudah terselesaikan dengan benar, akan ada satu
potong lagi kiranya akan ku pasang dan kuceritakan padamu. Tapi nanti ya. Aku
sedang dan masih menunggu lagi jawaban dari Dia.
Apakah hari ini kamu sudah cukup lega dengan semua urusan itu?
Jelas.
Sangat jelas. Maksudku jelas sangat lega. Lega yang sejelas aku mampu
membedakan mana yang menjadi ego dan pilihanNya. Tepatnya aku lupa sejak kapan.
Pastinya, sejak Dia memberitahukanku bahwa ada berita baik yang akan ku dengar
jika aku membiarkan semua itu pergi dan berjalan pada masing-masing
tempatnya.
Karena
dugaanku sudah salah, pengembaliannya justeru tidak pernah membuat duri lagi
sama sekali. Dia lebih meridhoiku untuk berjalan lurus ke depan untuk suatu hal
yang lebih baik. Dan ku telah pastikan, bahwa sejatinya semua jawaban itu
adalah daftar harapan yang selalu ku torehkan pada lisan yang tak pernah kering
mengharap padaNya, pada kedua telapak tangan yang selalu menengadah biarpun aku
sedang tidak berada di atas sajadah, serta kesaksian dari dua anak sungai itu
yang tak pernah absen mengiringi basah kedua pipi dan jemariku.
Apa yang kau dapatkan dari perjalanan selama ini tentang sebuah
rasa?
Rasa?
Perasaan
yang kerap menyelinapi hati manusia maksudmu? Ya, sungguh biar ku jelaskan.
Biar
ku hela napas dulu sejenak.
Sebelumnya
aku hanya membiarkan ini berjalan apa adanya. Aku merasakan pelajaran yang
begitu berharga ketika aku mampu menyerahkan sistem kendali itu pada Tuhan
sebagai bentengnya. Pernah ku baca salah satu surat cintanya, menjelaskan bahwa
rasa akan bertempat tinggal dan berlabuh pada jalan yang semestinya. Dia tidak
akan pernah salah ruang. Kebenarannya membawa hati tenang, damai, bukan gelisah
atau takut karena suatu hal keinginan yang belum terjadi. Sungguh rasa itu amat
mulia. Ia bertahta pada dasar keimanan, dan cinta pada Tuhannnya. Ia jaga itu
dengan rapat, sampai kelak dirinya terbilang mampu dan cukup pantas untuk
menepikan.
Hadirnya
memang sangat kuat, sehingga tak jarang menimbulkan ruam yang tak biasa pada
hati seseorang. Sedangkan fitnah iblis, sesuai perjanjiannya ia tak akan pernah
luput mengikis habis iman seorang hamba. Maka seorang perempuan sebenarnya
fitnah yang sangat besar untuk kaum laki-laki. Perasaan itu memang sangat
mulia. Kau tidak perlu berusaha keras menghilangkannya, hanya saja kau butuh
kendali untuk memainkannya dengan rapi. Jika kau tak sanggup, berdo'alah untuk
minta tangannya membentengi tunas-tunas rasamu. Sejadinya jika ia dibiarkan
untuk mati, ia malah akan semakin ada dan menikammu. Ia akan menggelayuti otak,
hati, dan pikirmu. Sampai kau lengah, sampai kau tidak tahu bahwa kau sudah
tersesat pada peta yang Iblis mainkan.
Rasa
itu bukan kau yang memunculkannya, kalau bukan Tuhan yang berkehendak, lantas?
Ya,
tidak akan pernah ada. Sekalipun rasa untuk seseorang yang sudah sangat dekat.
Bila memang Dia tak mengizinkan, maka tidaklah akan terjadi. Sedang seseorang
yang jauh, sekalipun kau belum mengenalnya, jika kau dikehendaki olehNya, ya maka
terjadilah rasa itu ada.
Penjelasanmu semakin panjang, semakin buatku penasaran..
Maka
sejadinya, bila engkau memiliki atau tidak dalam perasaan itu,
janganlah menaruh cinta berlebihan karena bisa jadi suatu nanti kamu akan
mengalami rasa benci yang sangat, dan sebaliknya, jika seseorang itu tidak kau
sukai, janganlah terlalu membencinya, karena kau tidak akan pernah tahu, apa
rencana Tuhan yang Maha membolak-balikkan hati itu.
Jika aku telah memilikinya bagaimana?
Jangan
izinkan hatimu absen dalam harapanNya, pun kehadiran RahmatNya yang begitu luas
untuk mampukan kau menjaga dan meluruskan hati. Simpanlah rasamu itu dalam
do'a. Jadikan itu sebagai rahmat Tuhan yang menjadikanmu agar lebih dekat
padaNya, karena melaluinya kau bisa lebih mengenal kesejatian rasa, manisnya
iman, dan justeru jangan gunakan sebagai perisai untuk melemahkannya. Segala
yang berasal dariNya, pastikan ia kembali bermuara pada kasihNya.
Berikhtiarlah
sesuai sunatullahnya yang membuatmu kelak sampai di penghujung jalan, seperti
jalan yang mempersatukan Ali dan Fatimah, yang penuh dengan jalah keberkahan
dan keridhoan alam semesta di antaranya. Karena cukuplah Tuhanmu, sebagai peta
yang akan membimbingmu di atas bumiNya.
Ingat, Tuhan tidak akan pernah membiarkan hati seorang hamba yang berbaik sangka dan penuh harap padaNya dengan kecewa. Beruntunglah jika kau telah mampu mengenalNya, karena dari situ kau bisa melihat, mendengar, serta membedakan melalui pilihanNya. Untuk kau mengetahui bahwa tidak perlu ada kesedihan untuk sebuah ketidakpastian. Dan percayalah, kau telah mampu mengenalnya, melalui hati yang telebih dulu kau labuhkan pada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar