Senin, 27 April 2015

Menunggu Habis di Batas Matahari


"Waktu, sepenggal perjalanan yang kiranya jangan tersiakan. Kepada siapa Kau akan kembali? Menuju-Nya, tentu bukan dengan tangan kosong. Tidakkah Kau hanya manusia yang selalu merasa kerdil? Dalam fana, Aku menunggu di pelataran senja. Menjemput pagi, untukmu Matahari."


Kadang, hidup menjadi suatu kesiaan dalam menerka, bertanya, berpikir, lalu kembali tanpa jawaban. Detik dan menit jam pasir terus berlalu, jam menggulung layar oranye, menjadi kelam tersapu ombak biru. Rindu tetap menggebu, pada mereka yang diam serta malu. Hanya Tuhankah tempat mengadu?

Sesuatu tengah dirasa benar. Menjelma ruang yang sesak oleh doa dan tangis palsu. 
Palsu?

Tidakkah Kau tersedu, kembali hanya dalam keadaan sendu? Namun Ia Maha Rahmat. Tiada menolak, ketika Kau datang walau hanya jarak setapak.


Hidup seakan sebuah padang tempat Kau menunggu. Menunggu habis senja, hingga kemudian Jingga kembali menepi. Kembali Ia tertawa, melambai mengucapkan selamat tinggal. Kemudian bertanya, "Hingga kapan Kau terus menunggu pagimu? Tidakkah, rupa sinar telah terlihat di ujung senja itu? Apa lagi yang harus Kau tunggu?"

Menyebalkan benar, ketika menunggu Kau hanya bisa mengumpat. Kau tak bisa banyak berkata ini itu, dalam diam hanya dapat kembali beristighfar. Ya, Dia memang belum halalmu..

Kalimat yang masih tersimpan rapi dalam kotak, seakan berdesakan meminta izin keluar pada Tuannya. Memangnya dia tidak tahu? Bahwa kunci telah berjanji, takkan kembali sebelum daun yang terukir nama itu 'jatuh' di pelataran rumahmu. Mengambil langkah perjanjian di hadapan Tuhan, lantas mengantungi ridho orang tuamu.


"Ya, aku tahu. Ini hal yang sama sekali tak mudah. Berusaha melewatinya pun, selalu ku mintakan tanganNya, karena aku takut terjatuh. Karena manusia bumi sepertiku, hanya mampu menangis ketika harapan tak lagi utuh. Maka segala apapun itu, embuskanlah dalam doa, selalu ku terbangkan lagi Ia ke hadapanNya."


Benarkah hingga senja kali ini?
Kau hanya tetap berusaha tenang, menunggu Pagimu?
Tidakkah Kau tahu, di sebrang sana tersahut doa-doa kecemasan penuh harap yang berjaga dalam rindu penuh padaNya..


"Untuk yang tetap menunggu, demi waktu, biarlkanlah tetap begitu. Akan ada senja, yang selalu tahu di mana, untuk siapa, dan mengapa selalu seperti itu?
Jika kelak penguhujung Pagi itu dihantarkan doa-doanya untuk menemuiku, wajah akan siap berpandang semu, mengalahkan rentang waktu yang dulu sengaja ditinggalkan kosong."


Dalam Maha Benarnya, segala janji ialah pasti. Kelak Kau mengetahui, ke mana hati masing-masing berpulang. Bertemu, untuk sebuah tantangan yang tidak pernah ditahu. Bertemu, untuk mula sebuah perpisahan dunia. Di kampung halaman, sejatinya kita baru akan menuai Rindu. Rindu dalam namaNya, yang Kau temukan pada Dirinya.

Lalu, dengan siapa Kau bertemu?
Tidakkah jawaban pastinya, kelak hanya Kau temukan dalam waktu menunggu?

(Dalam bunga tidurku, Kau berkata, kita termasuk yang beruntung. Semoga tak pernah salah langkah. Ridho Allah selalu yang akan dituju)

Dalam doa Pagimu, menjadi sebuah fokusku,
Matahari.

2 komentar:

Usi Sundus mengatakan...

berat bingit bahasanya duh. liat postingan kaya gini langsung polongo. gua mah gitu orangnya. hehe

SepagiSenja mengatakan...

tes, gak muncul komentar

My inspiration..,

My inspiration..,

Blogger templates

Free Bunny Carrot MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com

Pages - Menu

 

Copyright 2010 Beranda Senja.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.