Dandelion Pada Pagi |
Menghimpun setiap jengkal perjalanan, memikul
asa serta mimpi dalam lamunan. Bercerita dalam diam, mengulas sejarah yang sama
sekali belum terjadi. Kukira, belum di depan mata. Namun selalu saja begitu indah. Mengapa?
Pada sajak
pendek yang kerap kutulis. Menimbun tiap hela napas yang rasanya semakin sesak digugah.
Melaluinya, terlukis indah yang tak nampak di pelupukmu. Merangkum senja yang
telah berakhir, dengan rangkaian celoteh
pagi yang damai walau jemari tak pandai bercerita.
Di sudut pagi
yang mengerling dalam diam. Habis kataku bukan pertanda jarak yang akan berlalu
enyah. Habis kataku, menjelma pada kesaksian pagi yang terlalu indah untuk
dilalui. Padanya, kutitipkan doa-doa terbaik, yang juga kupinta untaian itu
dari hatimu, sebagai sayap penghantar agar kelak sampai menyentuh singgasana.
“Selamat
Pagi.”
Selalu
kuhaturkan pada tiap tanjakan anak tangga yang semakin hari semakin tinggi.
Laksana inspirasiku yang terbang, terbawa bersama alunan pagimu ke seberang
kisah dalam kitabNya. Rahasia umum, jika sepasang nama hanya tinggal dan
tergenggam oleh misteri. Karena ‘kepastian’, rupanya ialah hari di mana kita
kan berucap “Selamat Tinggal” pada semesta. Kekal sendiri, sampai hari yang
dijanjikanNya benar terjadi.
“Persiapkan
Diri”
Maka, sebagian
kecil hari ini ialah yang harus disyukurkan dan dinikmati. Menjalani warna
kehidupan dalam bingkai terindah. Ketika kau berhasil menepi, kelak ucapkanlah,
“Ya, ini adalah sebuah karya seni arsitektur tertinggi.” Tentu setiap darinya
tak akan mewujud sama. Terselip pada halaman, akan sikap serta langkah yang
kiranya turut Ia perhitungkan. Berupayalah, menyegerakan tuk mengosongkan
kembali puing-puing hati dari hal duniawi. Karena pagi ini, penat
mengharuskanmu tuk mengisinya kembali dengan perihal lain yang tentu lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar