Merindu pagi, serupa kala hati merindumu |
“Orang-orang yang menulis itu
sedang jatuh cinta. Jatuh cinta pada masalahnya, amarahnya, dan kegelisahannya.
Sehingga ia mau repot-repot menuangkan menjadi sebuah rekaman kata. Sesuatu
yang mungkin tidak pernah ia lakukan untuk hal-hal lain. Sesuatu yang mungkin
terpaksa ia lakukan untuk pelajaran di sekolah” – Kurniawan Gunadi.
Hai, pagi. Merindumu ialah hal yang tidak pernah habis. Walau
senja tergambar begitu indah. Namun detik ini hingga nanti, sepertinya aku takkan
henti dibuatmu berdecak kagum.
Hari ini aku
menulis di teras pagiku. Belakangan pikiranku lebih sering tertuju pada satu
padanan kata itu. Hm, mungkinkah berarti
aku sedang jatuh cinta padamu, pagi?
Menyesap
aroma pagi lebih sering kulakukan dengan berteman secangkir teh hangat di
beranda. Membuatku kembali menjejaki atmosfer ‘senja kemarin' yang terlihat
sendu membungkus hati. Bagiku, senja maupun pagi memiliki manis dan asamnya sendiri.
Pada pagi,
rangkai harapan serta mimpi itu mulai mewujud penuh arti. Pagi, hangat mentari
dalam untai doa yang teriring bias haru perjalanan kisah menemukannya. Ah, ya.
Untuk pagi yang selalu terselip hangat dan rindu. Rindu menikmati taman surgawi
bersama sosok pagi yang sekian lama
kunanti. Untukmu pagi, secangkir teh hangat kini dirasa tak lagi cukup. Sebab
pagi, kini akan senantiasa buatku jatuh hati. Pada percakapan dengan sepasang mata sejati, berdua menghabiskan hari.
Ya, aku telah
menemukanmu, pagi. Aku juga menemukan dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar